Senin, 24 Oktober 2011

Hapuskan Saja Undang-Undang Hak Cipta


Berbicara mengenai peran ilmu komputasi ( tema lombanya ITTelkom di http://computingcup.ittelkom.ac.id/ ), sepertinya akan terlihat jelas pada sekolah-sekolah kejuruan teknik maupun non teknik yang ada di Indonesia. Sekolah yang berkualitas tentunya harus menyediakan fasilitas yang lengkap. Namun tidak semua sekolah dapat menyediakan fasilitas-fasilitas tersebut karena harga perangkatnya yang sangat mahal. Sebagai contoh, bagi siswa jurusan elektronika industri harus menguasai PLC (Programmable Logic Controller) yang harga 1 unit simulatornya bisa mencapai 6juta rupiah. Atau bahkan untuk mempraktekkan ilmu elektropneumatik, sekolah harus menyediakan 1 set pipa pneumatic yang harganya mencapai 200ribu rupiah (1 set terdiri dari minimal 2 pipa + regulatornya dikali jumlah siswa). Hal ini mendorong sekolah untuk mulai menggunakan software simulator yang lebih praktis dan murah namun harganya tidak jauh berbeda, karena seperti yang telah kita ketahui, aplikasi-aplikasi tersebut pastinya dilindungi oleh Undang-undang sehingga harganya tidak murah.


Memang, selama ini Undang-undang tentang Hak Cipta telah memberikan kontribusi yang besar bagi para programmer yang terus berlomba menghasilkan aplikasi-aplikasi yang berkualitas. Tingkat kualitas aplikasi-aplikasi ini dapat diukur dari harganya. Maka tak heran jika aplikasi-aplikasi pendidikan harganya sangat mahal (karena kualitasnya yang jempolan), terutama yang sering digunakan baik oleh siwa-siswi SMA/SMK maupun mahasiswa-mahasiswi Universitas. Tengok saja aplikasi Proteus Pro untuk simulator rangkaian elektronika yang harga lisensinya bisa mencapai 2juta rupiah.
Inilah yang sering menjadi penghalang, terutama bagi siswa SMK, yang sangat membutuhkan software simulator ini agar dapat memahami materi kejuruan dengan cepat dan menjadi semakin terampil. Seringkali sekolah tidak memiliki kemampuan untuk membeli aplikasi-aplikasi yang penting sebagai simulasi dan pendukung pembelajaran program kejuruan tersebut, sehingga siswa tidak mendapatkan pembelajaran yang maksimal.

Untuk mengatasi hal ini, banyak sekolah yang akhirnya terpaksa menggunakan software bajakan. Secara tidak langsung (bahkan mungkin secara langsung) guru telah mengajarkan siswa-siswinya untuk membajak aplikasi-aplikasi berbayar atau “sekedar” mendukung adanya pembajakan software yang marak di Indonesia. Seperti yang tercantum pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Pasal 15 butir e, bahwa:
 “Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta: perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat”. 
Program Komputer termasuk kedalam aspek yang sangat dilindungi Hak Ciptanya oleh Undang-undang. Tetapi tak sedikit orang melakukan pembajakan terhadap program komputer tersebut ditambah kondisi masyarakat yang “mendukung” pembajakan ini. Maka tak heran kalau pembajak di Indonesia bisa hidup dengan makmur dan sejahtera (#preet). Ini menciptakan kontradiksi dari tujuan dibuatnya Undang-undang Hak Cipta, yang seharusnya melindungi dan mendukung para programmer justru malah menciptakan suatu kondisi yang mendukung tumbuhnya pembajakan software karena tingkat kebutuhan masyarakat akan software tersebut yang tinggi sedangkan daya beli mereka yang rendah, bahkan untuk Lembaga Pendidikan Negeri sekalipun.

Untuk itu pemerintah seharusnya memberikan perlakuan khusus bagi Lembaga-lembaga Pendidikan agar mereka dapat/mampu mengakses aplikasi yang berkualitas tanpa harus beralih ke versi bajakannya. Pemerintah hendaknya memberi harga khusus (yang jauh lebih murah) demi kepentingan pendidikan kepada Lembaga-lembaga Pendidikan tersebut. Dengan begitu siswa mendapatkan layanan pendidikan semaksimal mungkin yang efek jangka panjangnya mendukung terciptanya generasi penerus bangsa yang cerdas, terampil, professional, dan tidak mengenal pembajakan. Jadi kasarnya, hapuskan saja Undang-Undang Hak Cipta untuk program komputer! Kalau itu memang justru membawa keburukan pada siswa nantinya (peace).

Anda setuju dengan saya? Atau sebaliknya? Silahkan tulis opini anda pada komentar di bawah ini ;)

Artikel ini saya buat tanpa membajak tulisan siapapun sesuai peraturan pada lomba yang saya ikuti di http://computingcup.ittelkom.ac.id/  :)

14 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. betul banget, jadi gimana outputnya bisa bagus kalo input dan prosesnya aja tidak memadai ..

    BalasHapus
  3. kalo masalah pembelajaran n' pendidikann itu urusan pemerintah,juga tanggung jawab pemerintah. gimana anak bangsa mau cerdas kalo media pembelajarannya pun sulit.

    BalasHapus
  4. Kang gunakan yang Free dan Open Source, itu alternatifnya
    Para developer dan programmer sendiri mau makan dari mana?

    BalasHapus
  5. tapi kan yang free biasanya kurang bagus, fasilitasnya juga pas-pasan .. gimana siswa bisa profesional coba?

    ya harusnya pemerintah bisa kasih spesialisasi buat lembaga pendidikan TANPA ngurangin hak para Developer dan Programmer, ya gak?

    BalasHapus
  6. harus cari jalan tengah, dimana piracy bisa dikurangi, dan kita bisa tetap berkarya tanpa hambatan

    BalasHapus
  7. kira-kira gimana tuh caranya? :/

    BalasHapus
  8. wah mas kalau uu hak cipta di hapuskan untuk software komputer saya sangat tidak setuju, nanti contoh aja ya, microsoft ga akan mau memasarkan produknya lagi,dan begitu juga ke perusahaan software yang lain baik lokal maupun luar, efeknya besar mas, nanti menjadi sedikit orang yang buat software indonesia , atau bahkan ga ada yang buat lagi, kasian kan.

    ya kalau ga mampu pake yang bajakan dulu aja, nanti kan punya penghasilan kalau udah ada uang tinggal beli yang aslinya

    BalasHapus
  9. ya kan itu kasarnya, maksud saya tuh supaya pemerintah istilahnya ngasih subsidi buat lembaga2 pendidikan supaya bisa membeli program dengan harga yang jauh lebih murah ..
    justru supaya lembaga2 tersebut tidak perlu menggunakan versi bajakannya.. sebenarnya kan yang sangat merugukan programmer itu adalah "pembajakan" .. bener gak?

    BalasHapus
  10. ga usah subsidi, masalahnya kalau subsidi perlu dana lagi, nah kan tau sendiri pemerintah kalo soal dana, pasti yang nyampe ke bawah paling cuma 10% nya, mending dimulai dari kita dulu aja bersikap jujur,
    sebenernya sekolah kamu juga mampu beli fasilitas dan peralatan dan hal-hal penunjang lainnya, tapi ya ada main main, terus kalo udah beli juga pasti yang kualitas paling jelek.
    hanya share pengalaman

    BalasHapus
  11. wah, padahal kan efek jangka panjangnya justru bakal memperbaiki kualitas pelajar Indonesia yang anti korup.. Tapi susah ni kayaknya kalo dimana2 orang korup, terang2an malah --"
    malangnya negeri tercinta ini..

    kalo ini didiemin aja, ntar jadinya gimana hayoh? ada yang punya cara lain? (orang kan gak bisa tiba2 sadar dengan sendirinya)

    BalasHapus
  12. kalau misalnya harus ngehapus UU hak cipta, kayanya gak mungkin. soalnya kan dengan adanya hak cipta itu orang-orang gak mungkin bisa ngebajak cipta yang lain.
    ya mungkin plan Z mah yaaa, kreatif dan inovatif dari masing masing pribadinya yang coba ngembangin segala yang ada dengan fasilitas yang kurang memadai.

    BalasHapus
  13. Saya pikir hapus ataupun tidak dihapusnya UU hak cipta gak akan ngaruh sama masyarakat Indonesia. Kita ini negara konsumeris yang rakus. Pengennya menggunakan teknologi tapi kagak bayar. Gretongan aja.

    BalasHapus