Berbicara mengenai peran ilmu komputasi ( tema lombanya
ITTelkom di http://computingcup.ittelkom.ac.id/
), sepertinya akan terlihat jelas pada sekolah-sekolah kejuruan teknik maupun
non teknik yang ada di Indonesia. Sekolah yang berkualitas tentunya harus
menyediakan fasilitas yang lengkap. Namun tidak semua sekolah dapat menyediakan
fasilitas-fasilitas tersebut karena harga perangkatnya yang sangat mahal.
Sebagai contoh, bagi siswa jurusan elektronika industri harus menguasai PLC
(Programmable Logic Controller) yang harga 1 unit simulatornya bisa mencapai
6juta rupiah. Atau bahkan untuk mempraktekkan ilmu elektropneumatik, sekolah
harus menyediakan 1 set pipa pneumatic yang harganya mencapai 200ribu rupiah (1
set terdiri dari minimal 2 pipa + regulatornya dikali jumlah siswa). Hal ini
mendorong sekolah untuk mulai menggunakan software simulator yang lebih praktis
dan murah namun harganya tidak jauh berbeda, karena seperti yang telah
kita ketahui, aplikasi-aplikasi tersebut pastinya dilindungi oleh Undang-undang
sehingga harganya tidak murah.
Memang, selama ini Undang-undang tentang Hak Cipta telah
memberikan kontribusi yang besar bagi para programmer yang terus berlomba
menghasilkan aplikasi-aplikasi yang berkualitas. Tingkat kualitas
aplikasi-aplikasi ini dapat diukur dari harganya. Maka tak heran jika
aplikasi-aplikasi pendidikan harganya sangat mahal (karena kualitasnya yang
jempolan), terutama yang sering digunakan baik oleh siwa-siswi SMA/SMK maupun
mahasiswa-mahasiswi Universitas. Tengok saja aplikasi Proteus Pro untuk
simulator rangkaian elektronika yang harga lisensinya bisa mencapai 2juta
rupiah.
Inilah yang sering menjadi penghalang, terutama bagi siswa SMK, yang
sangat membutuhkan software simulator ini agar dapat memahami materi kejuruan
dengan cepat dan menjadi semakin terampil. Seringkali sekolah tidak memiliki
kemampuan untuk membeli aplikasi-aplikasi yang penting sebagai simulasi dan
pendukung pembelajaran program kejuruan tersebut, sehingga siswa tidak
mendapatkan pembelajaran yang maksimal.
Untuk mengatasi hal ini, banyak sekolah yang akhirnya terpaksa
menggunakan software bajakan. Secara tidak langsung (bahkan mungkin secara langsung)
guru telah mengajarkan siswa-siswinya untuk membajak aplikasi-aplikasi berbayar
atau “sekedar” mendukung adanya pembajakan software yang marak di Indonesia. Seperti
yang tercantum pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Pasal
15 butir e, bahwa:
“Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta: perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat”.
Program Komputer termasuk kedalam aspek yang sangat dilindungi
Hak Ciptanya oleh Undang-undang. Tetapi tak sedikit orang melakukan pembajakan
terhadap program komputer tersebut ditambah kondisi masyarakat yang “mendukung”
pembajakan ini. Maka tak heran kalau pembajak di Indonesia bisa hidup dengan
makmur dan sejahtera (#preet). Ini menciptakan kontradiksi dari tujuan dibuatnya
Undang-undang Hak Cipta, yang seharusnya melindungi dan mendukung para
programmer justru malah menciptakan suatu kondisi yang mendukung tumbuhnya
pembajakan software karena tingkat kebutuhan masyarakat akan software tersebut
yang tinggi sedangkan daya beli mereka yang rendah, bahkan untuk Lembaga Pendidikan
Negeri sekalipun.
Untuk itu pemerintah seharusnya memberikan perlakuan khusus
bagi Lembaga-lembaga Pendidikan agar mereka dapat/mampu mengakses aplikasi yang
berkualitas tanpa harus beralih ke versi bajakannya. Pemerintah hendaknya
memberi harga khusus (yang jauh lebih murah) demi kepentingan pendidikan kepada
Lembaga-lembaga Pendidikan tersebut. Dengan begitu siswa mendapatkan layanan
pendidikan semaksimal mungkin yang efek jangka panjangnya mendukung terciptanya
generasi penerus bangsa yang cerdas, terampil, professional, dan tidak mengenal
pembajakan. Jadi kasarnya, hapuskan saja Undang-Undang Hak Cipta untuk program
komputer! Kalau itu memang justru membawa keburukan pada siswa nantinya
(peace).
Anda setuju dengan saya? Atau sebaliknya? Silahkan tulis
opini anda pada komentar di bawah ini ;)
Artikel ini saya buat tanpa membajak tulisan siapapun sesuai
peraturan pada lomba yang saya ikuti di http://computingcup.ittelkom.ac.id/ :)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusbetul banget, jadi gimana outputnya bisa bagus kalo input dan prosesnya aja tidak memadai ..
BalasHapusmampir ke tulisan ku ya kk.. http://dopind.blogspot.com/2011/10/budayakan-goblog.html ;)
BalasHapuskalo masalah pembelajaran n' pendidikann itu urusan pemerintah,juga tanggung jawab pemerintah. gimana anak bangsa mau cerdas kalo media pembelajarannya pun sulit.
BalasHapusKang gunakan yang Free dan Open Source, itu alternatifnya
BalasHapusPara developer dan programmer sendiri mau makan dari mana?
tapi kan yang free biasanya kurang bagus, fasilitasnya juga pas-pasan .. gimana siswa bisa profesional coba?
BalasHapusya harusnya pemerintah bisa kasih spesialisasi buat lembaga pendidikan TANPA ngurangin hak para Developer dan Programmer, ya gak?
harus cari jalan tengah, dimana piracy bisa dikurangi, dan kita bisa tetap berkarya tanpa hambatan
BalasHapuskira-kira gimana tuh caranya? :/
BalasHapuswah mas kalau uu hak cipta di hapuskan untuk software komputer saya sangat tidak setuju, nanti contoh aja ya, microsoft ga akan mau memasarkan produknya lagi,dan begitu juga ke perusahaan software yang lain baik lokal maupun luar, efeknya besar mas, nanti menjadi sedikit orang yang buat software indonesia , atau bahkan ga ada yang buat lagi, kasian kan.
BalasHapusya kalau ga mampu pake yang bajakan dulu aja, nanti kan punya penghasilan kalau udah ada uang tinggal beli yang aslinya
ya kan itu kasarnya, maksud saya tuh supaya pemerintah istilahnya ngasih subsidi buat lembaga2 pendidikan supaya bisa membeli program dengan harga yang jauh lebih murah ..
BalasHapusjustru supaya lembaga2 tersebut tidak perlu menggunakan versi bajakannya.. sebenarnya kan yang sangat merugukan programmer itu adalah "pembajakan" .. bener gak?
ga usah subsidi, masalahnya kalau subsidi perlu dana lagi, nah kan tau sendiri pemerintah kalo soal dana, pasti yang nyampe ke bawah paling cuma 10% nya, mending dimulai dari kita dulu aja bersikap jujur,
BalasHapussebenernya sekolah kamu juga mampu beli fasilitas dan peralatan dan hal-hal penunjang lainnya, tapi ya ada main main, terus kalo udah beli juga pasti yang kualitas paling jelek.
hanya share pengalaman
wah, padahal kan efek jangka panjangnya justru bakal memperbaiki kualitas pelajar Indonesia yang anti korup.. Tapi susah ni kayaknya kalo dimana2 orang korup, terang2an malah --"
BalasHapusmalangnya negeri tercinta ini..
kalo ini didiemin aja, ntar jadinya gimana hayoh? ada yang punya cara lain? (orang kan gak bisa tiba2 sadar dengan sendirinya)
kalau misalnya harus ngehapus UU hak cipta, kayanya gak mungkin. soalnya kan dengan adanya hak cipta itu orang-orang gak mungkin bisa ngebajak cipta yang lain.
BalasHapusya mungkin plan Z mah yaaa, kreatif dan inovatif dari masing masing pribadinya yang coba ngembangin segala yang ada dengan fasilitas yang kurang memadai.
Saya pikir hapus ataupun tidak dihapusnya UU hak cipta gak akan ngaruh sama masyarakat Indonesia. Kita ini negara konsumeris yang rakus. Pengennya menggunakan teknologi tapi kagak bayar. Gretongan aja.
BalasHapus